ruangjournalist.com – Satreskrim Polres Seluma, kembali mengingatkan masyarakat pada umumnya, agar tidak melakukan Video Call Sex atau biasa disebut VCS.
Pada kemajuan tekhnologi saat ini, bagi sebagian orang melakukan VCS dianggap hal yang wajar, terutama bagi pasangan yang terpisahkan oleh jarak atau hubungan jarak jauh.
Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan kegiatan seksual yang dilakukan menggunakan jejaring sosial ini dapat berujung pada tindak kejahatan. Bahkan berujung pemerasan dan penyebaran pornografi.
Menanggapi adanya celah bagi pelaku kejahatan beraksi di media sosial. Kasat Reskrim Polres Seluma Iptu. Dwi Wardoyo menyampaikan imbaun menghentikan VCS, baik pada waktu sosialisasi maupun melalui literasi digital.
“Ini hendaknya menjadi pelajaran bagi kita semua. Sudah banyak korbannya, baik remaja putra maupun putri, baik bapak-bapak maupun ibu-ibu,” tutur Iptu. Dwi Wardoyo.
Lanjutnya, perlu dipahami bersama banyaknya akun fake atau palsu di media sosial, misalnya seorang laki-laki membuat akun palsu dengan nama dan foto perempuan, begitu juga sebaliknya.
Maka dari dasar di atas, perbuatan pelaku yang melakukan pengancaman menyebarkan data pribadi serta mengancam untuk mengirim uang adalah jelas merupakan perbuatan pemerasan dan pengancaman yang dilarang undang-undang pidana.
“Mengacu Pasal 368 KUHP, perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika teman Anda mendapat ancaman mengunggah foto pribadi, termasuk foto pribadi telanjang ke publik di media sosial, dapat diasumsikan bahwa hal ini merupakan modus pemerasan via media digital,” tegas Iptu. Dwi Wardoyo.
Jika hal itu benar-benar terjadi pasti merasa dirugikan, maka disarankan dapat segera melaporkan kepada polisi. Hal itu juga diatur dalam Pasal 27 ayat (4) Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang pemerasan/pengancaman di dunia siber, yang berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman,” tegas Iptu. Dwi Wardoyo.
Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat 4 UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat 4 UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 27 ayat 4 UU 19/2016, ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat 4 UU ITE dan perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman, Polres Seluma kembali mengingatkan masyarakat agar tak melakukan Video Call Sex atau biasa disebut VCS.
Kasus ini seperti yang baru dialami Fh (34), seorang IRT sekaligus guru honorer di wilayah Kecamatan Talo. Ini lantaran Korban menjadi target pemerasan jutaan rupiah oleh polisi gadungan, usai melayani video call sex (VCS) yang dikenalnya melalui facebook jika videonya tidak ingin disebar ke publik.
Korban yang nampaknya gagap teknologi (gaptek) terhadap berbagai jenis smartphone saat ini, tidak menyadari percakapannya dengan polisi gadungan sembari menunjukan bagian vital tubuhnya tersebut, telah direkam smartphone milik pelaku yang sudah dilengkapi fitur tangkapan layar.
Kasat Reskrim Polres Seluma Iptu. Dwi Wardoyo, menegaskan kasus ini tengah didalami Polsek Talo dan diback up Satreskrim Polres Seluma sebagai pembina fungsi dan memantau perkembangan kasus ini.
“ iya memang benar, laporan tersebut saat ini masih didalami Polsek Talo, kita dari Satreskrim Polres Seluma sebagai Pembina fungsi untuk memantau perkembangan kasus ini,” ujar Iptu. Wardoyo.
Sementara itu, dalam kronologisnya, oknum guru tersebut mengaku berkenalan dengan polisi gadungan berinisial Id melalui chat facebook, dan meminta nomor whats app.
Usai berkenalan melalui facebook, pelaku kemudian melakukan video call terhadap korban, dan membujuk korban untuk melakukan video call sex (VCS) selama 90 menit, dengan menunjukan masing-masing alat kelaminnya.
Keesokan harinya, modus pelaku mengelabui korban pun berhasil, setelah rekan pelaku yang berpura-pura menjadi Kanit Propam Polres Makasar, mengatakan teman kencan korban yang sudah melakukan video call dengannya telah diamankan Mapolres Makasar dan dikenakan sanksi kode etik, dan polisi gadungan tersebut menyampaikan video tersebut akan disebarkan oleh media, jika tidak menstranferkan uang Rp 15 juta, dengan rincian teman kencan korban yang mengaku pelaku polisi gadungan Rp 11 juta dan korban Rp 4 juta.
Karena mendapat ancaman tersebut, korban pun akhirnya mentransfer uang sebesar Rp. 4 juta ke rekening pelaku, namun berselang beberapa jam kemudian, seseorang yang mengaku Kanit Propam Polres Makasar tersebut kembali menelpon bernada ancaman dan meminta uang tambahan sebesar Rp 2 juta atau tidak video bugilnya akan disebarkannya.
Apesnya, meski korban telah menstranferkan sejumlah uang ke pelaku, namun video bugilnya tetap diedarkan ke rekan seprofesinya di sekolah, dan tidak terkecuali kepala sekolah tempat korban bekerja. (***)